Selasa, 14 November 2017

Homo Homini Lupus


Photo : www.faunadanflora.com

Pernah dengar istilah di atas ? Homo homini lupus, istilah yang dikenalkan oleh Thomas Hobbes itu, bermakna manusia adalah serigala bagi manusia yang lain.

Mungkin sering kita dengar kelakar demikian ; orang susah bilang nanti makan apa, sedikit kaya bilang makan dimana, begitu kaya dan berkuasa bilang nanti makan siapa. Nah orang yang berpikiran nanti makan siapa inilah manusia penghayat istilah di atas.

Suatu hari di Stasiun Pasar Senen, Jakarta Pusat. Saya duduk termangu menunggu Kereta Api Senja Utama yang akan mengantarku ke Klaten.

Jarum jam telah menunjukkan lewat pukul enam sore. Suasana sangat sibuk. Beribu-ribu orang lalu lalang tergesa. Dari air muka letihnya, bisa dipastikan mereka adalah para pekerja pulang kantor. Terburu ingin segera sampai di rumah menemui orang-orang tercinta.

Tiba-tiba pandangan mataku tertuju kepada seorang bapak tua.  Maaf, dengan jelas terlihat beliau tidak bisa melihat. Tongkat di tangan kanan membantunya meraba arah jalan. Wajahnya kuyu, bajunya lusuh. Di bahu kiri tergantung tas kresek, membulat agak besar, entah apa isinya. Meskipun demikian tak terlihat dia asing dengan situasi sekitar. Mungkin stasiun ini selalu disinggahinya setiap hari.

Tiba-tiba seorang pengasong koran datang menghampirinya.  


"Mau kemana, Beh !" Ujarnya tanpa basa-basi. 

"Bekasi" Bapak tua menjawab singkat

"Udah tunggu aja dulu di sini, kereta masih lama" Kata pengasong sambil menarik tangan bapak tua dan mendudukkannya di kursi tunggu.

Tidak lama berselang kereta jurusan Bekasi tiba. Hiruk pikuk orang berebut menaikinya. 


Si pengasong sigap menuntun bapak tua. "Barangnya biar aku bawain" 

Bapak tua menyerahkan seluruh bawaanya. Sampai di depan pintu kereta pengasong menahan bapak tua agar jangan dulu masuk.  

"Masih banyak orang" Katanya. 

Aneh. Padahal hampir semua orang sudah masuk kereta. Tinggal satu dua. Tidak ada alasan untuk menahan bapak itu.

Terdengar derit roda bergesekan dengan rel. Sambungan berderak, gerbong bergoyang tanda kereta segera berangkat. 


Pengasong mendorong bapak tua ke dalam gerbong sambil memerintahkan "Masuk Beh, kereta mau berangkat"

Tubuh renta itu terdorong ke dalam, tepat saat kereta mulai melaju. Dalam sekejap ular besi itu hilang dari pandangan.

Pengasong bergegas menuju pojokan. Dengan bernafsu ia tumpahkan tas kresek itu. Isinya berserakan. Tidak jelas apa. Beberapa diantaranya berpindah ke dalam kantongnya. Sisanya ia tendang ke tempat sampah.

Ternyata, untuk menjadi pemangsa bagi sesamanya, orang tidak selalu harus kaya dan berkuasa terlebih dahulu. Kaya,miskin, lemah, kuat sami mawon. Yang membedakan hanya motivasinya ; kavling kekuasaan, akses politik, portofolio korporasi atau (sekedar) recehan hasil mengemis seharian pengemis renta tuna netra.

Duh, dadaku berdesir....