Kamis, 27 September 2007

Menerjemahkan Angka Menjadi Terhitung (updated)

File excel ini saya buat sudah cukup lama. Lebih dari satu tahun yang lalu. Dengan file ini Anda dapat menerjemahkan angka menjadi terhitung . Misalnya 123.156 menjadi Seratus Dua Puluh Tiga Ribu Seratus Lima Puluh Enam. Maksimal yang bisa diterjemahkan 999.999.999.999.999 atau Sembilan Ratus Sembilan Puluh Sembilan Trilyun Sembilan Ratus Sembilan Puluh Sembilan Milyar Sembilan Ratus Sembilan Puluh Sembilan Juta Sembilan Ratus Sembilan Puluh Sembilan Ribu Sembilan Ratus Sembilan Puluh Sembilan.

Dengan sedikit modifikasi Anda dapat mengubahnya menjadi kuitansi atau dokumen pembayaran lainnya.

Berminat ? Silahkan download disini.

File ini adalah updated file dari yang terdahulu. File sebelumnya terdapat kesalahan penterjemahan angka ratusan ribu bulat ; 100.000,200.000, dsb. (Terima kasih die_must atas infonya). Hal tersebut telah terpecahkan dengan file baru ini

Jika masih ada kesalahan dalam penerjemahan angka-angka tertentu bisa disampaikan kepada Penulis via komentar di blog ini.


Selasa, 25 September 2007

Puisi/Teori Dorothy Law Nolte Tidak Untuk Semua Anak ?

Pada postingan sebelumnya saya menampilkan puisi/teori Dorothy Law Nolte terkait dengan pengasuhan anak. Banyak hal di situ. Salah satunya adalah "Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia akan belajar menghargai". Sesederhana itukah ? Perlukah hal itu diperinci lebih lanjut ; pujian seperti apa, kapan memuji, untuk anak dengan karakter seperti apa, mungkinkah pujian justru kontraproduktif, dst, dst ? Mungkin artikel di bawah ini sedikit membuat kita untuk lebih cermat lagi memahami puisi/ teori tersebut.

Pujian pada Anak, Perlukah ?

Senin, 24 September 2007

Children Learn What They Live

By Dorothy Law Nolte

If children live with criticism, they learn to condemn.
If children live with hostility, they learn to fight.
If children live with fear, they learn to be apprehensive.
If children live with pity, they learn to feel sorry for themselves.
If children live with ridicule, they learn to feel shy.
If children live with jealousy, they learn to feel envy.
If children live with shame, they learn to feel guilty.
If children live with encouragement, they learn confidence.
If children live with tolerance, they learn patience.
If children live with praise, they learn appreciation.
If children live with acceptance, they learn to love.
If children live with approval, they learn to like themselves.
If children live with recognition, they learn it is good to have a goal.
If children live with sharing, they learn generosity.
If children live with honesty, they learn truthfulness.
If children live with fairness, they learn justice.
If children live with kindness and consideration, they learn respect.
If children live with security, they learn to have faith in themselves and in those about them.
If children live with friendliness, they learn the world is a nice place in which to live.

Anak Belajar dari Kehidupannya

Oleh Dorothy Law Nolte

Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar menyalahkan
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar untuk berkelahi
Jika anak dibesarkan dalam ketakutan, ia selalu merasa cemas
Jika anak sering dikasihani, ia belajar meratapi nasibnya
Jika anak dibesarkan dengan ejekan, ia tumbuh menjadi pemalu
Jika anak dibesarkan dengan rasa dengki, ia tak akan pernah puas
Jika anak sering dipermalukan, ia selalu merasa bersalah
Jika anak dibesarkan dengan pengertian, ia belajar menjadi penyabar
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia akan percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia akan belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan penerimaan, ia akan belajar mencintai
Jika anak dibesarkan dengan persetujuan, ia akan bahagia dengan dirinya
Jika anak dibesarkan dengan kejujuran, ia akan terbisa melihat kebenaran
Jika anak dibesarkan dengan adil, ia akan belajar berbuat adil
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia akan mempercayai diri dan orang lain
Jika anak dibesarkan dengan keramahan, ia akan merasa dunia adalah tempat yang menyenangkan

Berbuka Dengan Yang Manis. Sunnahkah ?


Sering kita mendengar anjuran bagi orang yang berpuasa untuk berbuka (ifthor) dengan yang manis. Bahkan kebanyakan menganggap anjuran itu merupakan sunnah nabi. Begitukah ? Mungkin artikel berikut ini bisa sedikit memberi pencerahan kepada Kita. Penulis meyakinkan kita bahwa ini bukan hoax.

Bukan Hoax - Jangan Berbuka Puasa Dengan Yang Manis

Sabtu, 22 September 2007

Penggunaan Pengeras Suara di Masjid



Dalam suatu masa saya tinggal di sebuah rumah di wilayah padat penduduk di Kecamatan Senen Jakarta Pusat. Masa-masa itu saya menjalani profesi sebagai kontraktor. Maksudnya tinggal dari kontrakan satu ke kontrakan lainnya. He..he..

Lalu apa yang istimewa sehingga saya berkeinginan membaginya dengan sidang pembaca budiman? Begini ceritanya.

Di situ saya tinggal di lantai tiga. Lantai tertinggi dari rumah itu. Di seberang gang terdapat sebuah masjid yang cukup besar, tapi tidak cukup tinggi. Demikian pula menaranya. Ia hanya sedikit lebih tinggi dari kamarku.

Celakanya (saya tidak tahu apakah saya pantas menyebut ini sebagai celaka), speaker atawa pengeras suara alias "TOA" (sebutan ini sering menjadi generik hanya karena merk itu yang sering dipakai orang-orang, seperti kebiasaan di daerah-daerah tertentu menyebut, apapun merk sepeda motornya, sebagai Honda, kecuali Vespa) nyaris tepat mengarah ke arah jendela kamarku.

Saya muslim. Saya berusaha menjadi lebih taat beragama dari hari ke hari. Tentu saja saya suka melakukan (juga mendengarkan) tadarus, dzikir, sholawat dan aktivitas ibadah lainnya. Maghrib, Isya dan Subuh adalah sholat-sholat dimana saya nyaris rutin berjamaah di situ.

Tapi apa yang terjadi dengan dengan masjid ini sehingga saya mengganggapnya melakukan syiar agama dengan cara yang tidak proporsional ? Adalah cara saudara-saudara itu dalam menggunakan pengeras suara yang saya nilai berlebihan.

Hampir seluruh kegiatan di masjid tersebut disiarkan dengan pengeras suara ke luar dengan volume suara - yang saya yakin - distel maksimal. Wa bil khusus pengajian ibu-ibu pada siang hari. Masya Allah, ibu pemimpin pengajian itu dikaruniai Allah suara yang kuenceeeeng sekaleee. "Bagi ibu-ibu yang merasa muslimah diharap datang ke masjid. Yang tidak merasa penting untuk datang ke masjid itu artinya lebih mementingkan urusan dunia daripada urusan akhirat. Bla..bla..bla..bla.. Begitu kira-kira.

Jika sudah datang masa itu, saya tutup jendela rapat-rapat, saya hentikan seluruh aktivitas. Sungguh saya merasa terganggu. Bukan karena isi pengajiannya. Tapi suaranya yang memekakkkan telinga itu lho ! Saya berpikir bagaimana jika diantara tetangga masjid ini ada yang sedang sakit, atau sedang menidurkan anak bayinya. Mungkin mereka lebih terganggu dari saya.

Suatu ketika ibu tersebut berhenti dari ceramahnya. Dengan nada murka beliau menceracau, kurang lebihnya demikian. "Ibu-ibu, barusan ada yang telpon ke masjid. Katanya suara pengajian kita terlalu keras. Katanya ia kebisingan. Bagi yang merasa terganggu dengan pengajian ini, silahkan pindah dari kampung ini. Tinggal sono di hutan bareng macan. Mesjid ini sudah berdiri sejak Indonesia belum merdeka. Pengajian ini sudah berjalan puluhan tahun. Lalu tiba-tiba sekarang ada yang merasa terganggu. Kalo memang kebisingan, apa susahnya, tutup tuh telinga pake bantal. Gitu aja koq repot !" 


Begitu, dengan nada suara melengking-lengking. Lha rak tenan tho, bukan saya saja yang merasa terganggu. Terus terang saya merasa malu, bagaimana mungkin dari masjid yang mulia bisa keluar kalimat sekasar sekeras itu dan terdengar hingga seantero kampung.

Anehnya, setelah kejadian tersebut justru pengajian bapak-bapak yang - setelah saya cermati- mengecilkan volume suaranya dan bahkan bapak ustadzpun berbicara dengan volume sekadar terdengar oleh hadirin. Pengajian ibu-ibu ? Doing it as usual. Kagak ade perubahannye !

Sebetulnya telah ada pedoman yang mengatur penggunaan pengeras suara di masjid, yakni Instruksi Dirjen Bimas Islam No. Kep/D/101/78 tanggal 17 Juli 1978. Hanya saja sepertinya kurang disosialisasikan, sehingga masih banyak pengurus masjid atau mushala yang tidak tahu. Isi dari peraturan tersebut secara garis besar adalah bahwa penggunaan pengeras suara masjid atau mushala hendaknya mempertimbangkan hal-hal demikian :

  • Pengeras suara/speaker hendaknya dalam kondisi baik sehingga suara yang dihasilkannyapun enak didengar.
  • Hendaknya dipisahkan antara speaker dalam dengan speaker luar.
  • Tujuan awal penggunaan speaker luar hanyalah untuk mengumandangkan adzan. Shalat dan doa untuk keperluan jamaah (di dalam masjid) tidak perlu dipancarkan keluar masjid.
  • Kegiatan membangunkan kaum Muslimin paling awal 15 menit sebelum tiba waktu Subuh.
  • Rangkaian kegiatan Sholat Jum'at seperti pengumuman, doa, dan khotbah menggunakan speaker dalam. Kecuali jika jamaah hingga diluar masjid dan tidak lagi cukup hanya dengan speaker dalam.
  • Tadarusan pada bulan Ramadhan menggunakan speaker dalam.
  • Takbir Idul Fitri dan Idul Adha dapat dilakukan dengan speaker luar maupun dalam.
  • Ceramah atau tabligh akbar bisa menggunakan speaker luar dan dalam.
  • Pengumuman kematian, musibah dan bencana, dan kegiatan lain untuk kemaslahatan jamaah dapat menggunakan speaker masjid.

Anda tertarik untuk membantu mensosialisasikannya ? Silahkan hubungi Kantor Departemen Agama terdekat untuk mendapatkan peraturan tersebut. Saya sendiri memiliki kopinya sejak tujuh tahun yang lalu. Tapi sekarang entah nyelip dimana. Tapi yang jelas masih di dalam rumah. Insya Allah.

Mungkin bagi sidang pembaca urusan pro kontra penggunaan pengeras suara di masjid bukan hal baru lagi. Ada yang pernah mengalaminya sendiri seperti saya, atau hanya sekadar mendengar khabar berita. Beberapa tulisan berikut ini mungkin bisa jadi referensi bagi Anda, sidang pembaca budiman.

1. Aturan penggunaan pengeras suara masjid
2. Tadarusan tengah malam di Ternate dilarang
2. Masjid menyetel kaset tadarus seharian penuh
3. Masjid Al Heboh
5. Tadarus menggunakan pengeras suara