Kamis, 02 September 2021

Nukang ? Siapa Takut !

Nukang Yuk !


Nukang kayu alias woodworking memang mengasyikkan. Sudah lama saya ingin melakukannya. Namun karena sesuatu dan lain hal selalu tertunda.

Lalu kesempatan itu datang. Virus corona tanpa ampun menyerbu negara-negara. Tak terkecuali Indonesia. Pegawai-pegawai termasuk PNS seperti saya diminta bekerja dari rumah alias WFH (Work From Home). 

Sebelum pandemi, tiap hari saya butuh rata-rata 2 jam perjalanan berangkat ke kantor dan 2 jam perjalanan pulang. Maka, begitu WFH sesungguhnya saya saving waktu 4 jam setiap hari.  Nah waktu inilah yang saya manfaatkan untuk nukang. Tentu saja tidak tiap hari. 

Hingga tulisan ini saya buat, setidaknya 17 item furnitur sudah saya hasilkan, sebagai berikut :


1. Rak Sepatu Sirkel


Ini proyek pertama saya. Sirkel merupakan penyebutan gampang dari circle atau circular alias putar. Furnitur ini berbentuk kotak yang di dalamnya terdapat rak putar. Diputar ke atas menutup. Diputar ke bawah membuka.

Rak sepatu sirkel 

Rak sepatu sirkel

Ini berangkat dari kebutuhan saja. Saya butuh rak sepatu tertutup, sehingga meskipun di taruh di teras dan kena tempias hujan atau serbuan debu dari kerajaan api, sepatu tetap aman sentosa.   

Rak ini berbahan multiplek 18 mm, dengan finishing kertasive motif sonoma oak untuk bagian luar dan motif pearl white untuk bagian dalam. Belum tahu kertasive ? Baca di sini. Atau kepoin IG-nya di siniHardware/besi putar di dalamnya beli online

Sebagai newbie, perlu usaha ekstra untuk membuat 'hanya' rak seperti ini. Motong belum presisi, sudut tidak siku begitupun  saat merakit. Namun, dengan segala kesulitannya akhirnya selesai juga ini barang dan bisa digunakan. 


2. Kabinet TV Gantung


Berhasil dengan proyek pertama lanjut ke proyek berikutnya. Kali ini proyek membuat rak TV gantung alias floating TV cabinet atau wall mounting TV cabinet. 

Masih seperti rak sepatu, kabinet ini berbahan multiplek 18 mm dengan finishing kertasive motif sonoma oak untuk bagian luar dan motif pearl white untuk bagian dalam. Handel pintu berbentuk knob kayu eks China. Saat mengerjakan proyek ini saya belajar teknik menggantung furnitur dengan french cleat dan cara memasang engsel sendok. Ternyata tidak sesulit yang saya bayangkan. 

   
Rak TV Gantung


3. Chest of Drawer


Asing dengan nama barang ini ? Begitu juga saya pada awalnya. Chest of drawer adalah storage yang terdiri dari laci-laci, untuk menyimpan barang-barang 'printilan' misalnya pakaian dalam, kaos kaki, kaos tangan, sapu tangan, stocking, vanities, bandana, kupluk (beanie), peci, kopiah, sorban, jam tangan, kaca mata, ikat pinggang dan accesories lainnya.   
Chest of Drawer

Proyek ini lumayan menguras tenaga dan waktu. Saya mulai menggunakan mal (jig) saat memotong multiplek agar mendapatkan potongan yang presisi. Mal sederhana buatan sendiri. Penting untuk mendapatkan potongan yang presisi sejak awal, karena jika tidak akan sangat merepotkan saat perakitan. Akan banyak pekerjaan tuning yang berlarut-larut, karena ketidakpresisian salah satu potongan akan menimbulkan efek berantai ke potongan lainnya. 

Sisi atas, samping, belakang dan tutup laci menggunakan multiplek 18 mm. Laci dalam berbahan multiplek  12 mm. Handel menggunakan knob kayu.  Finishing kertasive motif sonoma oak untuk bagian luar sedangkan bagian dalam menggunakan motif ivory white. Laci dipasang dengan rel laci berpeluru warna hitam merk Wilson. 

Gara-gara photo di atas saya pakai sebagai status WA dan saya upload di instagram, banyak yang DM minta dibuatkan. Sorry ya Bro, saat ini ane cuman buat hobi  doang. Belum dikomersilkan.  

4. Ruang Workshop


Selesai proyek ke-3 saya merasa perlu jeda sejenak. Saatnya 'konsolidasi internal'. Koleksi tool yang mulai ruwet perlu dirapikan. Salah satu ruangan di lantai 2 saya sulap jadi ruang workshop. Seluruh tool disatukan di situ. Power tool dan manual tool saya gantung di dinding dengan french cleat system. Cat, thinner, lem, paku, skrup saya buatkan rak beroda, agar mudah dipindahkan. Alat-alat lainnya saya simpan dalam kontainer plastik. Rapi khan, Bro? 

Ruang workshop

5. Dingklik aka mini stool 


Setelah menyelesaikan tiga proyek, ternyata banyak juga sisa-sisa potongan tak terpakai alias scrap wood. Sekalian momentum beres-beres workshop, saya beresin pula sisa-sisa potongan ini. Dan inilah hasilnya, dingklik alias mini stool. Saya buat lima dingklik. Tiga saya finishing dengan kertasive, dua saya biarkan unfinished. Yang difinishing jadi favorit istri untuk duduk saat merajang sayur, menggiling bumbu, mengadon kue dan lain-lain. Sedang yang unfinished saya pakai sebagai pendukung kerja di ruang workshop.   


Dingklik


6. Rak Kaca Mata   


Anda pelupa ? Kacamata sering ketlingsut ? Bikin ginian aja, rak kacamata alias eyeglass stand. Tinggal ambil scrap wood, lubangi sejumlah kelipatan dua, jadi dech.  Bisa difinishing jika mau.  Dijamin kacamata Anda tidak lagi ketlingsut, asal disiplin sehabis dipakai dikembalikan ke rak ini.  

Rak kacamata

7. Storage Bench


Saya punya dua bocil, 5 tahun dan 1 tahun. Kebayang khan gimana berantakannya kalau mereka selesai main ? Biar mainan mereka tersimpan rapi saya buatkan storage bench yang punya fungsi untuk menyimpan sekaligus untuk duduk. Untuk nyimpan oke, untuk duduk nyaman. Saya buat 5 sekaligus agar anak-anak jika mainannya berantakan tidak bisa lagi beralasan tidak ada cukup tempat penyimpanan.

Bahan seperti biasa, multiplek 18 mm finishing kertasive motif sonoma oak. Agar mudah didorong, bagian bawah dipasang 4 roda tinggi 5 cm. Bagian roda yang masuk badan kotak 4 cm, sehingga tersisa jarak antara kotak dan lantai 1 cm. Dudukan dari busa dengan cover kulit sintetis ukuran custom beli online.  

Storage bench

Storage bench

Storage bench

8. Meja Jahit


Mesin jahit sudah lama dibeli. Tapi sepertinya lebih sering ngumpet di container daripada keluar untuk digunakan.  Nah, biar selalu terlihat dan bisa memicu semangat menjahit maka saya buatkan meja ini. Bahan dari meja makan lama yang sudah hampir dibuang. Saya potong jadi dua, saya lubangi menggunakan trimmer untuk menaruh mesin jahit. This is it

Meja jahit


Tantangan terbesarnya adalah saat membuat lubang dudukan mesin jahit menggunakan trimmer. Perlu kehati-hatian agar tidak melewati batas yang sudah diukur. Apalagi ini pertama kalinya saya mengoperasikan trimmer. 

Finishing permukaan meja menggunakan HPL (High Pressure Laminate). Ini pertama kalinya saya mengaplikasikan HPL untuk finishing. Dan ternyata ribet. Harus ngelem pakai Aica Aibon, menunggu kering baru bisa ditempel.

Finishing kaki meja cari yang simpel saja. Kayu kaso ukuran 5 cm x 7 cm,  saya serut sampai halus kemudian di-cat semprot warna hitam. Alhamdulillaah semua sesuai rencana dan mesin jahit akhirnya duduk manis di lubang dudukannya. 


9. Boks Transit Setrikaan


Saya tidak mengacu referensi yang manapun saat membuat barang ini. Ini spontanitas saya saja agar bibi nyaman saat menyeterika.  Maka saya buatkan boks yang cukup besar. Panjang 112 cm, lebar 50 cm, tinggi 50 cm. Bahan multiplek 18 mm dengan finishing kertasive motif sonoma oak di bagian luar dan HPL putih glossy di bagian dalam. Boks disekat di bagian tengahnya. Ruang sebelah kanan untuk menyimpan pakaian yang sudah disetrika. Ruang sebelah kiri untuk menyimpan pakaian yang belum disetrika dan peralatan (setrika, alas setrika, semprotan pewangi). 

Dengan ukuran segitu, penutupnya cukup berat. Untuk mencegah tutup menimpa tangan, dipasang gas spring sebagai penahan. Agar gampang digeser, di bagian bawah dipasang empat buah roda. 

Boks transit setrikaan

10. Nakas


Si Genduk mulai senang membaca. Agar tambah semangat dalam belajar saya buatkan nakas gantung berlaci satu (floating single drawer night stand) yang dapat difungsikan sebagai meja belajar mini. Dalam dunia permebelan, nakas memiliki setidaknya dua penyebutan lain yaitu bedside table dan night stand. Untuk penerangan dipasang lampu lipat pada sisi kanan. 
 
Nakas gantung berlaci satu

11. Tatakan Al Qur'an


Saat membaca saya butuh kacamata baca. Meskipun begitu, tetap saja tidak nyaman jika tulisan terlalu kecil. Maka untuk Al Qur'an pun saya memilih yang besar. Repotnya saat mencari tatakan Al Qu'ran jarang ketemu yang sebesar itu. Terpaksa saya bikin sendiri. 

Bahan multiplek 18 cm. Di bagian belakang dipasang bubutan kayu randu sebagai pegangan. Tatakan Al Qur'an ini belum saya finishing. Karena tiap hari saya sentuh saya akan mem-finishing-nya dengan bahan ramah lingkungan yaitu natural oil.  

Tatakan Al Quran


12. Wadah Bola

Saya sempat uring-uringan sama anak. Dia minta dibelikan bola basket. Saat sudah dibelikan dia tidak care meyimpannya. Jarang dimasukkan rumah sehingga kena panas dan hujan. Bahkan dibiarkan tergeletak di tanah. Alhasil mengelupas di sana sini dan berjamur. Dalam hitungan bulan bola sudah berpindah ke tempat sampah.  

Saat saya belikan bola lagi, saya tidak ingin hal itu terulang. Maka saya buatkan wadah ini. Cukup dari  kayu-kayu sisa, multiplek 12 mm. Finishing dengan cat semprot. 

Alhamdulillaah Si Sulung jadi disiplin dan rapi menyimpan bola.  


Wadah bola


13. Kotak Jam


Ini proyek paling rumit sejauh ini. Boleh dibilang tingkat kesulitannya intermediate. Ukuran meleset sedikit saja bisa gagal. Kalaupun tidak gagal, minimal cacat. 

Untuk membuat barang ini saya tidak bisa lagi mengandalkan alat pertukangan yang selama ini saya punya, karena butuh akurasi potong yang baik. Apakah perlu membeli alat baru ? Tidak. Hanya saja perlu di-upgrade. Circular saw saya upgrade jadi table saw dan bor saya buatkan drill stand.  Nanti akan saya tulis tersendiri bagaimana saya meng-upgrade dua alat tersebut. Insya Allah. 

Body kotak dari multiplek 18 mm. Saya kombinasikan 2 macam multiplek. Warna coklat tua adalah multiplek kayu meranti. Sedangkan coklat muda adalah multiplek kayu albasa. Finishing natural oil. Sekat rak di dalam dari multiplek 9 mm.  Hardware (engsel dan kunci pengait) saya pilih yang bermotif hitam antik. 



Kotak jam - tampak luar

Kotak jam - tampak dalam


14. Papan Tulis Hitam

Si Genduk mulai aktif corat-coret. Jika tidak ada kertas ia akan mencoret-coret tembok. Jika tidak ada pensil ia akan memakai spidol. Jika spidolnya permanen akan susah dibersihkan. 

Maka saya buatkan papan tulis agar semangatnya mencoret-coret tersalurkan namun tembok tidak jadi korban. Papan berbahan multiplek 9 mm. Frame dari multiplek 18 mm utuh tanpa sambungan. Cat menggunakan cat hitam khusus untuk papan tulis yaitu Belmas Zinc Chromate.  

Akhirnya Si Genduk terlihat happy. mencoret-coret dan menulis di papan tulis barunya menggunakan kapur tulis legendaris ; kapur tulis Sarjana 


Papan tulis hitam

Papan tulis hitam

Kapur Tulis Legendaris


15. Alas Free Standing Stove


Saya tidak paham seri apa kompor lama saya ini. Yang saya tahu merknya Technogas. Kompor yang merupakan  free standing stove ini beratnya na'udzubillaah. Saya menggesernya sendirian masih kuat sih, tapi ya methentheng tenan. Denger-denger seri ini sudah discontinued. Digantikan dengan seri baru yang sekelas dengan bobot lebih ringan. 

Pernah si meong lagi kumat. Buang hajat bukannya nyari tempat berpasir, tapi malah nyelinap ke belakang kompor. Meski istri sudah gak tahan aromanya, dia tidak bisa berbuat apa-apa, Karena meski  ia dorong sekuat tenaga, kompor ini bergeming. Hingga saya pulang dan membereskan semuanya. 

Kalau begitu, baiklah saya buatkan alas agar si bandel ini mobile. Alas saya buat dari multiplek 18 mm dilengkapi roda kaster berpengunci ukuran 5 cm sebanyak 8 buah. Dalam kondisi stay roda dikunci, saat akan digeser kunci dibuka. 

Si bandel akhirnya nangkring dengan anggunnya di atas alas beroda ini. Sekarang tinggal didorong pelan saja ia sudah bergeser.

Alas kompor free standing stove

16. Gantungan Kunci


Kunci adalah salah satu barang yang mudah nyelip alias ketlingsut. Maka penting untuk mempunyai tempat yang pasti, dimana kunci harus disimpan. Maka saya buat barang ini. Bahan multiplek 18 mm,  digantung dengan french cleat system.  Gantungan menggunakan skrup tanda tanya no. 9. 

Finishing menggunakan HPL sisa bahan meja jahit.  


Gantungan kunci


17. Gantungan Alat Sholat


Sebelumnya anak-anak menaruh begitu saja sarung, sajadah, mukena setelah selesai sholat. Agar rapi saya buatkan gantungan khusus untuk barang-barang tersebut.  


Jumat, 20 Agustus 2021

Ditanggap nDalang di Kampung Jin

Photo : devianart.com


Saya mendapat cerita ini dari Bapak saya. Saya tidak mengenal pelakunya. Untuk kebenaran ceritanya wallaahu a'lam. Anggap saja ini cerita pengantar  tidur.

Alkisah di masa lalu bapak memiliki sahabat, sebut saja namanya Pak Kerto. Beliau tinggal di suatu kampung di pedalaman bernama Sidorejo. Selain petani yang tekun, beliau juga seorang dalang. Kehebatannya mendalang terkenal di seantero wilayah kami. 

Suatu hari, setelah seharian menggarap ladang, Pak Kerto bersiap pulang. Matahari mulai condong ke barat. Langit redup. Angin semilir mengusir panas tengah hari yang memecahkan kepala. Saat hendak beranjak, tiba-tiba berdiri di hadapannya seorang laki-laki. Entah dari mana dan kapan laki-laki itu datang. Dari penampakannya sepertinya sepantaran dengan Pak Kerto. 

"Kulonuwun Pak Kerto. Saya Nyono dari Kampung Grumpil. Bisa bicara sebentar?"   Laki-laki itu membuka percakapan. 

"Ada perlu apa kisanak, mendatangiku di ladang. Apakah tidak sebaiknya kita ke rumah agar lebih nyaman berbincang ? " Menilik raut muka dan nada bicara, Pak Kerto merasa ada hal penting yang akan Nyono sampaikan. Untuk itu ia menawarkan berembug di rumah. 

"Tidak perlu Pak Kerto. Di sini cukup"  Nyono menolak halus. 

Pak Kerto mengajak Nyono lesehan di pojok ladang, di bawah pohon sukun yang mulai berbunga. Nyono kemudian menyampaikan hajatnya. Kurang lebihnya, Kampung Grumpil sedang menyelenggarakan rangkaian acara adat desa. Puncaknya pada malam purnama ini dengan pagelaran wayang kulit. Namun untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, dalang yang seharusnya tampil tiba-tiba sakit. Nyono meminta Pak Kerto menggantikanya. 

"We lha, nDalang itu butuh persiapan je. Gak bisa mendadak begini" Jawab Pak Kerto.

"Jangan khawatir Pak, karena ini cuma menggantikan, semuanya sudah siap. Panggung, wayang, gamelan, niyaga, sinden semua sudah siap" Nyono mencoba meyakinkan. 

"Terus terang saya belum pernah dengar nama kampungmu. Seberapa jauh dari sini ?" Tanya Pak Kerto menyelidik. Sebetulnya Pak Kerto tidak berkenan dengan permintaan ini. Tapi sudah adatnya orang desa sulit untuk menolak terang-terangan. Pertanyaan ini hanya modus, kalau-kalau jawabannya bisa untuk berkelit dari permintaan ini. 

"Jalan kaki 2 jam Pak. Gak ada cara lain kecuali jalan kaki. Tapi jangan khawatir. Kami siap membayar berapapun honor yang Bapak mau. Yang penting acara wayangan ini terselenggara agar kami tidak malu di hadapan warga kampung" Nyono mulai mendesak karena melihat gelagat penolakan Pak Kerto. 

Wajah Pak Kerto semburat merah. Sepertinya ia tersinggung. Menyebut-nyebut bayaran adalah sesuatu yang tabu baginya. Apalagi menolak permintaan hanya karena bayaran yang tidak cocok. Itu  lebih tabu lagi. Dan ia tidak mau dianggap seperti itu. 

"Yoi wis, tapi saya perlu pamitan istri dan ambil baju mendalang dulu" Suara Pak Kerto meninggi. Bergegas ia melangkahkan kaki tanpa menunggu jawaban. Nyono mengikutinya dari belakang. 

Langit barat semburat jingga. Dari ladang ke rumah Pak Kerto butuh waktu setengah jam. Menjelang rumah Pak Kerto, tiba-tiba Nyono bersuara.

"Pak Kerto, seperti yang saya sampaikan tadi, seluruh perlengkapan sudah disiapkan, termasuk kostum. Sebaiknya Pak Kerto pamitan dari luar rumah saja. Kalau masuk rumah pasti ujung-ujungnya mengerjakan yang lain-lain dulu. Nanti kita terlambat. Ini sudah surup *), Pertunjukan dimulai jam 8 malam, takut gak kekejar" 

"Saya harus memulangkan cangkul dulu" Jawab Pak Kerto agak ketus.

Sampai di depan rumah Pak Kerto melempar cangkul dengan kasar ke halaman rumahnya yang luas sambil berteriak kepada istrinya "Nyi, saya pergi dulu. Ada yang nanggap malam ini" 

"Sekarang unjukin saya jalannya"   Perintah Pak Kerto. Nyono segera beralih ke depan.

Perjalanan malam itu benar-benar asing bagi Pak Kerto. Ia sama sekali tidak mengenali arah jalan. Nyono juga tidak banyak cakap. Beruntung bulan purnama di langit menerangi perjalanan. Apalagi jalan yang dilalui cukup lebar dan rata. 

Singkat cerita pertunjukan malam itu lancar jaya. Warga Kampung Grumpil mengelu-elukan Pak Kerto. Saat adegan goro-goro penonton terbahak-bahak mendengar lawakan para punakawan. Demikian pula saat adegan Limbuk dan Cangik. Saat adegan perang penonton bertepuk tangan riuh dan bersuit-suit. Salah satu kelebihan Pak Kerto memang di sabetan. Saat adegan perang, ia mampu memainkan 3 wayang sekaligus seperti juggling

Pertunjukan berakhir jam 5 pagi. Beres berganti pakaian Pak Kerto didatangi Nyono yang membawa segepok uang. Pak Kerto terkesiap. Seumur-umur mendalang belum pernah ia dibayar sebanyak itu. 

"Matur nuwun Pak Kerto, sudah menghibur kami malam ini. Titip sedikit buat anak istri Bapak di rumah"  Nyono berbasa-basi sambil menyusupkan uang tersebut ke kantong celana Pak Kerto. 

"Nggih sami-sami Pak Nyono " Jawab Pak Kerto sumringah. 

Segera Nyono mengantar Pak Kerto pulang. Kali ini Nyono hanya bersedia mengantar sampai batas desa, karena harus membantu membereskan sisa-sisa pertunjukan semalam, katanya. Pak Kerto tidak keberatan. Kantong celananya yang menggumpal sudah cukup baginya untuk memaklumi apapun yang dikatakan Nyono. 

Di batas desa Nyono mengucapakan kata perpisahan dan terima kasih sekali lagi. Pak Kerto melanjutkan perjalanan. Beberapa langkah berjalan, Pak Kerto tergoda menengok. Warakadah ..... Nyono tak lagi terlihat. Jalan yang semula lapang dan rata itupun raib entah kemana. Yang terlihat hanya hutan lebat yang seolah belum terjamah manusia. 

"Lha dalah, wedhus ki" Pak Kerto mengumpat dalam hati. Dia mulai menyadari ada yang tidak beres. Namun tak terbersit sedikitpun rasa takut. Dalang tidak pernah gentar dengan hal-hal beginian. Yang ada dalam pikirannya sekarang hanyalah bagaimana mencari jalan pulang agar cepat sampai rumah. Namun ia ragu bertanya jika bertemu orang.  

"Ntar kalau yang ditanya ternyata sejenis si wedhus Nyono, malah saya disesatkan lagi" Batinnya masih jengkel. 

Susah payah ia menerka-nerka arah. Jalan yang semalam lebar dan lapang tidak lagi terlihat. Berganti jalan berbatu, berlumpur naik dan turun laren *). Di beberapa tempat ia mentok di jalan buntu sehingga harus memintas melintasi ladang dan kebun orang. Menjelang waktu Isya, akhirnya ia sampai di batas Kampung Sidorejo.  Aneh, jarak yang semalam ditempuh dalam 2 jam itu sekarang butuh waktu sehari penuh. Hatinya mulai tenang. Langkahnya mulai pelan. Selain kelelahan ia juga tidak lagi merasa perlu tergesa sampai rumah. 

Sekira habis Isya sampailah ia di depan rumahnya. Yang membuat ia heran, rumahnya terang-benderang. Lampu petromak, lampu yang hanya dinyalakan saat  hajatan itu, dipasang di beranda dan ruang depan. Dari dalam rumah terdengar orang ramai membaca tahlilan, kegiatan yang digelar jika ada anggota keluarga meninggal. Istriku ... anakku ... jantungnya berdegup kencang. Setengah berlari ia menghambur ke dalam rumah dan bertanya "Sinten sing seda (siapa yang meninggal)? "  

Tiba-tiba kejadian yang tidak ia duga terjadi. Peserta tahlilan lari berhamburan menyingkir. Ibu-ibu berteriak histeris. Tinggal ia sendirian di tengah ruangan, berdiri termangu tidak paham apa yang terjadi. Beberapa saat tidak ada yang bersuara. Bahkan istrinya hanya berani mengintip dari balik pintu dengan perasaan tidak karuan. 

Tiba-tiba, Bardo, adiknya yang menjadi kyai di kampung sebelah, dan pemimpin tahlilan malam itu,  berjalan perlahan mendekatinya. 

"Ini Kang Kerto ?" Tanyanya. Tangannya menunjuk Pak Kerto. Keraguan yang dalam terlihat dari sorot matanya.  

"Lha iya tho Bar. Sopo maneh (Ya iyalah Bar. Siapa lagi)"  Jawab Pak Kerto berusaha meyakinkan Bardo. 

Akhirnya mereka berdua duduk untuk menjernihkan persoalan. Peserta tahlilan yang semula menjauh mulai merapat kembali. 

Bardo lalu bercerita bahwa tahlilan malam itu adalah tahlilan 40 hari meninggalnya Pak Kerto. Diceritakan pula bahwa 40  hari yang lalu, saat waktu Maghrib istri Pak Kerto mendengar suaminya memanggilnya dari luar rumah. Tapi saat dibukakan pintu yang ada hanyalah jasad suaminya yang terbujur kaku di halaman dalam keadaan meninggal. Maka oleh warga dimakamkanlah jenazah itu serta diselenggarakan rangkaian ritual yang menyertainya termasuk tahlilan pada malam itu. 

Pak Kerto keheranan.  "Wis, wis pada gendeng kabeh.  Aku pergi cuman sehari semalam, kenapa kalian bilang 40 hari ?" Pak Kerto ngedumel sambil geleng-geleng kepala. 

Lalu ia bersumpah pada hadirin bahwa ia masih hidup, dan yang ada di hadapan mereka benar-benar Kerto, warga Kampung Sidorejo yang jago dalang itu. Lalu ia gantian menceritakan kejadian yang dialaminya. 

Yakin itu suaminya, sang istri yang sedari tadi hanya menguping dari balik pintu,  berlari memeluk Pak Kerto sambil menangis tersedu-sedu. Tak henti-hentinya ia mengucapkan syukur. Pak Kerto segera merogoh saku hendak menyerahkan uang hasil mendalang kepada istrinya. Namun ia terkejut. Tidak ada uang segepok di kantongnya. Yang ada hanya segepok daun diikat akar pohon.  

"Trus yang kita makamkan saat itu siapa?" seorang warga berteriak dari tengah kerumunan. Riuh warga menimpali ucapan itu. Semua keheranan. 

 "Ya sudah, kita bongkar makam, malam ini juga" Ujar Bardo.  

Meski waktu sudah menunjukkan hampir jam 9 malam, warga tetap berangkat ke makam. Semua shock saat melihat isi 'kuburan Pak Kerto' yang mereka bongkar. Cangkul Pak Kerto yang dilempar malam-malam itu terbujur tenang di liang lahat, dengan kain kafan yang masih rapi membungkusnya. Pak Kerto tidak mau mengambilnya lagi. Warga menaruhnya di pojok makam, siapa tahu penggali kubur dapat memanfaatkannya. 

"Nyono ki cen wedhus tenan. Ngerjain orang gak kira-kira. Orang sekampung dikibulin" Kutuk Pak Kerto dalam perjalanan pulang. 

Hari-hari kemudian Pak Kerto merasa istrinya lebih menyayanginya. Apapun perkataanya selalu dituruti dan apapun larangannya selalu dijauhi. Ia juga terlihat lebih hormat kepada suami. "Mungkin ia baru sadar gak enaknya ditinggal suami, meskipun hanya 40 hari, he..he..he." Pak Kerto membatin sambil senyum-senyum sendiri. 

"Ternyata ada gunanya juga kowe Nyono. Tapi awas jangan coba-coba nge-prank yang kedua kalinya kalau gak ingin saya kepruk pacul. Dan ingat, kamu masih berhutang honor ndalang satu malam" Pak Kerto ndremimil di tengah ladang seakan ada Nyono di dekatnya. Sejenak kemudian senyumnya merekah melihat tanaman jagung yang sebulan lagi panen. Tak berlama-lama ia lanjutkan lagi kegiatannya yang tertunda, menyiangi rumput yang mulai meninggi. 

*) Surup : Saat-saat menjelang Maghrib. Waktu yang dipercaya saat itu makhluk dari alam lain sedang berkeliaran. Di kampung, orang tua akan menyuruh anak-anaknya masuk rumah pada jam-jam tersebut.   
*) Laren : jurang kecil dan dangkal