Selasa, 25 November 2008

Mossad, Is The Myth Finally Revealed ?



Judul : MOSSAD
Sub Judul : Tipu Daya yang Dibeberkan oleh Mantan Agen Dinas Rahasia Israel
Penulis : Claire Hoy, Victor Ostrovsky
Penerjemah : Drs. F.X. Budiyanto
Penerbit : Binarupa Aksara
Tebal : 616 halaman
Terbit : 2007

Bertahun-tahun PLO serta Yasser Arafat tidak menyadari bahwa salah satu orang terdekatnya, yakni pengemudi pribadinya yang juga sekaligus pengawal pribadi dan anggota Pasukan 17 adalah pengkhianat besar. Ia bekerja untuk musuh besar bangsa Palestina; Israel, dengan cara menyuplai informasi atas segala hal tentang PLO dan Yasser Arafat lewat tangan Mossad. Tentu saja dengan imbalan sejumlah besar uang.

Durak Kasim, nama pengawal itu, melapor kepada Mossad hampir setiap hari, dengan berbagai cara ; melalui frekuensi radio, menelepon, mengirim surat lewat pos, bahkan pernah datang langsung ke "kapal selam", sebutan untuk pos rahasia Mossad di negara lain. Ketamakan membuatnya tak peduli meski harus melapor langsung dari dalam markas PLO. Atas 'kesetiaannya' itu, ia mendapat imbalan $2.000 per laporan. Itulah salah satu hal yang diungkap oleh penulis buku ini, Victor Ostrovsky (VO).

VO lahir dari keluarga Yahudi. Dibesarkan sebagai Zionis yang antusias, ia yakin bahwa negara Israel tidak mungkin berbuat salah. Keluarga besarnya adalah keluarga perang. Ayahnya pilot pesawat tempur. Ibunya anggota pasukan Hagona. Pamannya berada dalam unit elit angkatan perang Wolves of Samson sebelum negara Israel berdiri. Ia sendiri pada awalnya bergabung dengan angkatan laut Israel, sebelum akhirnya direkrut sebagai katsa oleh Mossad.

Sebagai seorang katsa, VO mengetahui banyak hal tentang Mossad; struktur organisasi, sistem perekrutan, infrastruktur, jaringan di seluruh dunia, tokoh-tokohnya dan yang paling penting operasi-operasi serta rahasia-rahasia besarnya. Percayakah Anda bahwa Adnan Khashoggi, miliarder dari Arab Saudi itu ternyata Agen Mossad. Bagaimana ia menggunakan uang Mossad untuk membiayai usaha-usahanya yang berani. Atau Anda ingin tahu bagaimana Mossad menculik Mordechai Vanunu dari sebuah kapal pesiar di Laut Tengah, membiusnya, menyelundupkannya ke kapal perang Israel, untuk kemudian diadili dengan cepat dan dipenjarakan.

Pada tanggal 23 Oktober 1983 pukul 6.20 sebuah truk Mercedez berukuran besar mendekati bandar udara Beirut, melewati zona pengawasan prajurit jaga Israel, menerobos pos pemeriksaan Angkatan Bersenjata Lebanon, dan belok kiri ke tempat parkir. Seorang marinir Amerika Serikat melaporkan bahwa truk tersebut menambah kecepatan. Tetapi sebelum ia dapat melakukan apa-apa, truk tersebut melesat menuju Gedung Keselamatan Penerbangan yang digunakan sebagai markas besar Batalion Marinir Kedelapan, menerobos masuk ke dalam lobi dan meledak dengan kekuatan luar biasa. Gedung empat lantai tersebut ambruk menjadi puing-puing. 241 marinir tewas.

Beberapa menit kemudian satu truk lagi menabrak markas besar pasukan para Perancis di Bir Hason, tiga kilometer dari kamp Amerika Serikat, menewaskan 58 tentara.

Apa hubungan kedua peristiwa tersebut dengan Mossad? Adalah Mossad tahu secara terperinci rencana peledakan tersebut tapi tidak bersedia membaginya dengan siapapun. Alasan yang dikemukakan adalah " .. Kita di sana (Beirut) bukan untuk melindungi orang Amerika. Mereka negara besar..".. Atau, secara sinis mereka berpendapat "Hey, mereka (Amerika Serikat) ingin ikut campur dalam masalah Lebanon. Biarkan mereka membayar harganya."

Lalu mengapa VO yang semula merasa bangga ketika dipilih dan diberi hak istimewa untuk bergabung dengan apa yang ia anggap sebagai tim elite Mossad, dan dengan jumawa berkata hanya sedikit orang Israel yang tidak mau bertukar tempat dengannya, berbalik untuk membeberkan segala rahasia ini, dengan cara menulis sebuah buku bersama Claire Hoy? "Namun, karena penyelewengan tujuan dan misi utama organisasi yang saya jumpai di dalam tubuh Mosssad, ditambah lagi dengan apa yang disebut ketamakan tim, nafsu, dan ketiadaan rasa hormat terhadap nyawa manusia, telah memotivasi saya untuk menuliskan cerita ini". Demikian. Anda percaya ?

Ataukah Victor sedang berlaku sebagai seorang katsa yang sedang melakukan kutukan terbesarnya terhadap katsa yang lain : "Mudah-mudahan aku membaca tentang Anda di dalam surat kabar" (hal 578). Hanya kali ini di buku.

Ataukah buku ini merupakan bagian dari taktik penyesatan informasi, operasi yang lazim dalam dunia intelijen, oleh Sang Kadet 16 ini ?

Ataukah data-data dalam buku ini memang benar adanya sehingga buku ini layak disebut sebagai penyingkap mitos tentang Mossad ?

Andai ada yang mampu memverifikasi kebenaran data-data dalam buku ini tentu pertanyaan tersebut bisa dijawab. Tetapi andai data-data tersebut benar adanya tentu Mossad tidak tinggal diam. Mossad yang sekarang pasti sama sekali telah berbeda dengan apa yang tergambar dalam buku ini. So, kita tunggu katsa berikutnya yang siap berkhianat.

Visi 2030: Kemakmuran atau Ilusi (GDP $ 18.000 = kemakmuran ?)


Semoga Anda tidak kaget melihat gambar uang di samping. Ya, ini benar-benar ada, uang dengan nilai nominal lima ratus juta (500.000.000) dari Republik Srpska. Namun pahamkah Anda tentang apa yang terjadi, sehingga, dari waktu ke waktu, angka yang ditulis dalam uang kertas kita semakin besar ?
Update 1 : Senin, 21 Juli 2008, Bank Sentral Zimbabwe resmi mengeluarkan pecahan uang kertas dengan nominal Z 100.000.000.000 atawa 100 milyar dolar Zimbabwe. Ini akibat laju inflasi di negara tersebut yang mencapai 2,2 juta %! Lebih menyedihkan, uang sebesar itu hanya cukup untuk membeli dua kerat roti atau naik bus komuter pergi pulang.

Update 2 : September 2008 pemerintah Zimbabwe mengumumkan inflasi di negara itu mencapai 11,2 juta %.

Update 3 : Awal Desember 2008 pemerintah Zimbabwe mengumumkan inflasi tahunan hingga saat itu mencapai 213 juta %. Wow ! Pengen tahu nilai tukar Dolar Zimbabwe terhadap US Dollar ? Nich angkanya. $1 = Z 642.371.437.695.221.000 alias Z642 ribu trilyun. Meski kurs resmi versi pemerintah sendiri $1=Z19.393,94, namun faktanya nilai tukar yang berlaku di pasaran berkisar pada angka tersebut. Sedangkan perhitungan Mutual Implied Rate Zimbabwe dan London Stock Exchange, menghasilkan angka $1=Z12.940.564.762.479.800. Susah membayangkan situasinya ? Mungkin fakta ini bisa membantu, harga 1 butir telur = 35.000.000.000 atau Z 35 Milyar. Puas, puas ??!!

Update 4 : Sakjane wis ra tego arep updet meneh. Mesakke banget! Bayangin per 16 Januari 2009 ini pemerintah Zimbabwe mengeluarkan uang baru dengan denominasi 100 trilyun, sedangkan tingkat inflasi mendera hingga 231 juta %.

Hal lain, semoga kita tidak serta merta merasa lebih makmur hanya karena penghasilan kita secara nominal bertambah. Bukan untuk tidak bersyukur. Sama sekali bukan. Tapi agar kita tidak terkelabui; ilusi kita anggap sebagai fakta.

Sederhananya demikian. Jika dalam suatu periode penghasilan Anda naik 6% sementara inflasi berada pada angka 10% sesungguhnya kemakmuran Anda justru berkurang sebesar 4% (10%-6%). Atau terbayangkankah oleh Anda bahwa Anda yang hari ini kaya raya besok pagi jatuh miskin seketika. Uang Anda yang setumpuk itu tiba-tiba loyo kehilangan daya beli hanya karena pemerintah memotong nilainya, atau karena terjadi hiperinflasi. Sungguh tidak adil ! Hasil kerja keras kita sekian lama menyusut bahkan musnah sia-sia. Kita menanggung akibat bukan atas suatu kesalahan yang kita lakukan.

Berikut sebuah artikel menarik yang semoga dapat membuka mata kita bahwa banyak ketertipuan-ketertipuan yang kita sandang terkait dengan pandangan kita tentang kemakmuran.


Bagian I: Kemakmuran dan Kenyataan Sejarah
Ditulis oleh Imam Semar pada tanggal 1 Juli 2007

Saya jarang membaca koran atau majalah. Paling-paling hanya headline-nya saja. Dan beberapa minggu lalu muncul hal baru yang menjadi headline berjudul Visi 2030. Intinya ialah pendapatan perkapita, GDP Indonesia akan mencapai $ 18.000 (delapan belas ribu US dollar) per tahun dan Indonesia menjadi ekonomi dunia ke 5. Kemudian heboh antara SBY dan Amin Rais dalam kasus dana sumbangan pemilihan presiden. Hal ini membuat saya tergelitik untuk menulis opini ini, sekalian untuk menyambut ulang tahun lahirnya Pancasila, yang dengungnya sudah pudar. Saya juga ingin mengungkapkan kejahatan-legal yang berkaitan dengan kemakmuran dan tidak pernah diungkapkan di media massa.

Dalam masalah kemakmuran GDP $18.000 per kapita, saya skeptis. Sebabnya ialah sepanjang hidup saya, dengan pergantian tiga (3) jaman, yaitu jaman Orde Lama Sukarno, Orde Baru Pembangunan Lepas Landas Suharto, dan jaman Reformasi Otonomi Daerah, kemakmuran tidak beranjak kemana-mana, bahkan turun. Saya juga skeptis terhadap adanya perbaikan karena pergantian kabinet yang baru saja terjadi. Hal ini karena data ekonomi mengatakan demikian dan itu akan kita lihat dalam seri tulisan ini.

Mengenai Visi 2030 butir pertama, bahwa GDP $ 18.000 per kapita mungkin bisa tercapai. Tetapi GDP $ 18.000 per kapita tidak identik dengan kemakmuran. Artinya, tingkat hidup dan tingkat kemakmuran bangsa Indonesia tidak akan beranjak kemana-mana dengan kenaikan dari $1.490 GDP per kapita saat ini ke $18.000 di tahun 2030. Sedang untuk butir kedua – ekonomi nomer 5 dunia, saya tidak yakin bisa tercapai. Saya akan jelaskan berdasarkan sejarah dan akal sehat, kenapa saya skeptis. Saya hidup di tiga (3) jaman yaitu Jaman Orde Lama (Orla), Orde Baru (Orba) dan Jaman Reformasi. Jadi saya betul-betul mengenal ketiga jaman itu. Jaman sebelumnya juga akan disinggung yaitu Jaman Normal (itu istilah nenek kakek kita). Tetapi dasarnya hanya cerita para orang-orang tua saja dan untuk hal ini pembaca boleh dipercaya atau tidak.

Sebelum melanjutkan kepada inti cerita, ada baiknya pembaca dikenalkan dengan jenis-jenis mata uang rupiah yang pernah beredar di republik ini dan kurs antar mata uang ini.

1. Rupiah ORI (Oeang Repoeblik Indonesia – Rp ORI)
2. Rupiah setelah Gunting Sjafruddin - GS, (Rp 5 GS = Rp 10 ORI)
3. Rupiah Orde Lama (Rp 1 Orla = Rp 10 GS)
4. Rupiah Orde Baru (Rp 1 Orba = Rp 1000 Orla)

Untuk mata uang jaman Belanda untuk mudahnya disebut rupiah kolonial, gulden. Kurs uang jaman Normal (jaman Penjajahan) tidak sederhana karena ada selingan jaman Jepang yang pendek dan kemudian ada NICA (pemerintahan Belanda pendudukan). Tetapi hal itu tidak perlu dirisaukan karena ada tolok ukur tandingan akan kita gunakan sebagai ikuran kemakmuran, yaitu uang sejati, yang disebut emas. Saya katakan uang sejati karena, jika anda beragama seperti Islam atau Kristen, maka hanya emas dan perak saja yang disebut dalam kitab suci kedua agama tersebut. Quran hanya menyebut dinar (uang emas) di Surat Kahfi dan dirham (perak) di Surat Yusuf. Dan fulus tidak akan pernah dijumpai di Quran. Demikian di Perjanjian Lama, akan anda jumpai banyak cerita emas dan perak sebagai uang.

Masa Sekarang – Jaman Reformasi = Jaman Jutawan Kere
Kata jutawan saat ini tidak punya konotasi kaya raya. Misalnya seorang supir taxi di Jakarta yang berpenghasilan Rp 1.100.000 Orba (terbilang: satu juta seratus ribu rupiah uang Orba) per bulan bisa disebut jutawan karena penghasilannya di atas Rp 1 juta per bulan. Kenyataannya bahwa hidupnya masih penuh dengan keluhan karena untuk makan ukuran warung Tegal saja Rp 10.000 sekali makan. Bayangkan kalau dia mempunyai istri dan 2 anak, berarti harus punya 3 x Rp 40.000 per hari untuk makan. Jangan heran jutawan ini tidak mampu makan di warung Tegal sekeluarga setiap hari. Di samping mereka harus mengeluarkan 3 x Rp 1.200.000 per bulan yang lebih besar dari penghasilannya, mereka juga punya keperluan lain seperti bayar sekolah dan sewa rumah. Untuk sewa rumah sangat sederhana sekali sampai-sampai selonjor saja sulit (RSSSSSSSSS), rumah petak ukuran 20 meter persegi saja bisa mencapai Rp 350.000, ongkos transportasi ke tempat kerja Rp 100.000 – 200.000. Jadi bisa dimengerti kalau saya sebut Jutawan Kere karena mempunyai karateristik bahwa makan harus dihemat, tinggal di rumah petak sederhana, anak tidak bisa sekolah di sekolah favorit (apalagi di universitas yang uang pangkalnya bisa mencapai puluhan juta rupiah). Dan kalau perlu istri harus kerja untuk memperoleh tambahan penghasilan keluarga.

Jaman reformasi ditandai oleh tumbangnya Orde Baru dan kobaran semangat demokratisasi, kebebasan berpolitik dan otonomi daerah. Di bidang ekonomi, baru 1 dekade setelah dimulainya era reformasi (tahun 1997 – 1998) baru muncul visi ekonomi ke depan yaitu visi 2030. Sebelumnya, mungkin politikus menciptakan presepsi bahwa ekonomi akan membaik jika jumlah anggota legislatif, team anti korupsi, dewan penasehat presiden dan pelaku politik bertambah. Ekonomi (GDP) tumbuh sekitar 3% - 7% per tahunnya dari US$ 880 per kapita menjadi US$ 1.490 (US$ 1 = Rp 9.150) antara tahun 2000 sampai 2006. Kalau dihitung dengan US$ selama 6 tahun GDP per kapita Indonesia naik 69%!!! Tetapi kenapa makin banyak yang sengsara, beban hidup semakin berat, perlu adanya pembagian beras miskin (raskin) dan operasi pasar? Harga bahan pokok dan non-pokok naik berlipat ganda kendatipun tingkat inflasi hanya sekitar 5% (tetapi pernah 17% sekali dalam kurun waktu 5 tahun itu). Dalam 5 tahun belakangan ini beras sudah naik dua kali lipat. Juga gula, jagung, gula, rumah, minyak goreng, minyak tanah, coklat, kedele, ikan asin dan sederet lagi. Kalau tolok ukurnya diganti dengan emas maka GDP per kapita tahun 2000 adalah 99 gram emas turun menjadi 71 gram emas. Emas naik dari Rp 100.000 per gram di tahun 2000 menjadi Rp 200.000 per gram di tahun 2007. Dalam ukuran emas, GDP per kapita Indonesia turun 29%!. Kalau kita percaya bahwa emas mempunyai korelasi dengan harga barang maka wajar kalau kualitas hidup, kualitas kemakmuran turun 29%.

Lalu bagaimana dengan angka-angka statistik yang mengatakan bahwa inflasi Indonesia hanya sekitar 5%? Tanyakan saja pada yang membuat statistik. Tetapi Mark Twain mengatakan: “There are lies, damn lies and statistics” – Ada tipuan, ada tipuan canggih dan ada statistik. Pembaca akan melihat lebih banyak lagi dalam tulisan ini bukti-bukti statistik yang tidak lain kebohongan canggih. Kata-kata Mark Twain ini menjadi nyata kalau kita melihat pertumbuhan ekonomi di jaman Orba.

Masa Orde Baru – Jaman Pelita, Tinggal Landas dan Nyungsep
Secara sederhana jaman Orba bisa disebut jaman dimana harga-harga tinggal landas dan ekonomi akhirnya nyungsep. Mulainya Orde Baru (Orba) ditandai dengan beberapa hal penting dibidang keuangan dan pembangunan. Di bidang moneter, uang Orla dihapuskan dan Rp 1000 (Orla) menjadi Rp 1 (Orba) pada bulan Desember 1965. Sebabnya (mungkin) untuk mempertahankan arti kata jutawan. Seorang jutawan seharusnya mempunyai status sosial/ekonomi yang tinggi di masyarakat. Tetapi pada saat itu mengalami penggerusan makna. Untuk menggambarkan situasinya, tahun 1964 uang Rp 1000 (Orla) bisa untuk hidup sekeluarga 1 hari. Tetapi tahun 1967 uang itu hanya bisa untuk beli sebungkus kwaci. Sulit bagi orang awam untuk menerima kenyataan yang sudah berubah dalam waktu yang demikian singkat. Seorang jutawan tadinya berarti kaya raya berubah maknanya menjadi pemilik 1000 bungkus kwaci. Hal ini hanya berlangsung dalam kurun waktu 3 tahun dari tahun 1964 sampai 1967, cepat sekali.

Pemotongan nilai nominal dari Rp 1000 (Orla) ke Rp 1 (Orba) bisa juga dikarenakan gambar Sukarno pada design uang Orla itu sudah membosankan. Itu hanya rekaan saya saja. Yang tahu pastinya hanya para pejabat di Bank Indonesia pada saat itu.

Awal dari Orba, mahasiswa melakukan tuntutan yang dikenal dengan Tritura (tiga tuntutan rakyat) yaitu Bubarkan PKI, Bentuk kabinet baru dan Turunkan harga. Untuk membubarkan PKI dan membentuk kabinet sangat mudah. Tetapi untuk menurunkan harga? Tidak pernah terjadi sampai Orba tumbang 3.5 dekade kemudian. Bahkan walaupun beberapa mentri yang duduk di kabinet Orba selama beberapa masa bakti dulunya adalah aktifis mahasiswa yang meneriakkan Tritura, harga-harga tidak pernah turun. Itu fakta. Saya tidak tahu apakah mereka lupa atau tuntutan itu tidak penting bagi.

Pembangunan di jaman Orba direncanakan melalui tahapan 5 tahun yang dikenal dengan Pembangunan Lima Tahun atau Pelita. Pertumbuhan ekonomi melesat, 7% - 10% katanya. Karena tingginya angka pertumbuhan itu, maka menjelang pertengahan dekade 90an, mulai dihembuskan istilah tinggal landas, swasembada pangan, sawah sejuta hektar dan entah apa lagi. Tetapi tidak lama kemudian pada tahun 1997-1998, mungkin karena keberatan beban, pada saat tinggal landas, terpaksa nyungsep, import pangan, kurang pangan dan nasib sawah sejuta hektar entah bagaimana.

GDP pada awal Orde Baru (katakanlah menjelang tahun 1970) adalah $ 70 per kapita. Pada saat Orde Baru digantikan Orde Reformasi GDP Indonesia menjadi $ 880 per kapita (tahun 2000). Jadi selama 30 tahun naik 12,6 kali lipat!!! Hebat?? (dengan tanda tanya). Saya pertanyakan pujian untuk Orde Baru karena selama 30 tahun itu keluarga saya, tetangga saya, handai taulan tidak bertabah kemakmurannya sebanyak 12,6 kali lipat. Dua kali lipat pun tidak. Bagaimana mungkin lebih makmur kalau pada awal Orba tarif bus dalam kota di Jakarta adalah Rp 15 dan pada akhir Orba Rp 1000, naik 7500%!! (Sekarang, 10 tahun kemudian sudah Rp 2500).
Mungkin anda membantah bahwa rupiah tidak bisa dijadikan ukuran. Oleh sebab itu kita gunakan tolok ukur uang yang tidak ada tanda tangan gubernur bank sentral, yaitu emas. Tahun 1970 harga emas adalah $35/oz atau $1.13/gram. Jadi dalam emas, GDP Indonesia adalah 79 gram per kapita. Sedangkan 30 tahun kemudian, tahun 2000 beranjak ke 99 gram per kapita. Hanya 25% selama 30 tahun. Lalu bagaimana dengan pertumbuhan super selama 30 tahun itu? Kok cuma 25% saja? Itulah statistik, bentuk tipuan yang canggih, seperti kata Mark Twain.

Catatan: Tidak hanya rupiah yang tergerus nilainya tetapi juga US dollar!

Masa Orde Lama- Jaman Revolusi Berkepanjangan
Sebut saja uang Orde Lama untuk uang rupiah yang beredar sesudah kejadian pemenggalan satu (1) angka nol. Dimulai pada 25 Agustus 1959, dan ditandai dengan tindakan pemerintah menurunkan nilai uang Rp 500 menjadi Rp 50 dan Rp 1000 menjadi Rp 100. Uang rupiah yang beredar sebelum tanggal 25 Agustus 1956 (sebut saja uang hasil rekayasa Gunting Sjafruddin atau GS) ditukar dengan dengan uang rupiah Orla. Dan Rp 500 GS diganti dengan Rp 50 Orla. Jadi angka nol nya hilang satu. Bukan itu saja, simpanan giro yang ada di bank dibekukan dan deposito di atas Rp 25.000 dijadikan deposito berjangka panjang. Saya menyebutnya sebagai penyitaan untuk negara. Karena 8 tahun kemudian uang yang Rp 25.000 itu hanya cukup untuk membeli 3 bungkus kwaci.

Slogan seperti “Revolusi belum selesai” pada saat itu sering terdengar. Saya tidak tahu apakah slogan itu bermakna bahwa akhir dari revolusi itu identik dengan kemakmuran “gemah ripah loh jinawi”. Dalam hal kemakmuran, seingat saya, kalau di tahun 1960 anjing saya bisa makan 0,25 kg daging per hari dan tahun 1966 saya harus makan dengan lauk 1 telor ayam kampung dibagi 3 orang. Dengan kata lain, sebenarnya pada awal-awal dekade 60an, boleh dikata kemakmuran cukup baik, tetapi kemudian merosot terus, karena banyak tenaga dan usaha diarahkan ke Trikora, Dwikora dan melanjutkan revolusi (apapun artinya). Puncak penghancuran ekonomi menjadi lengkap ketika G30S meletus dimana banyak petani dan pekerja yang tergabung dalam organisasi di bawah naungan PKI dihabisi dan mesin ekonomi macet karena fokus masyarakat tertuju pada ganyang PKI dan akibatnya ekonomi babak belur.

Masa Uang Gunting Sjafruddin
Masa uang rupiah “gunting Sjarifuddin” dimulai pada bulan Maret 1950 sampai dihapuskannya dan digantikannya dengan uang rupiah Orba tahun 1959. Yang dimaksud dengan gunting Sjarifuddin ialah keputusan pemerintah untuk menggunting pecahan mata uang rupiah di atas Rp 5 menjadi dua. Potongan bagian kanan tidak berlaku dan potongan sebalah kiri berlaku dengan nilai hanya setengahnya. Dan rupiah pun didevaluasi dari Rp 11,40 per US$ menjadi Rp 45 per US$. Artinya harga emas naik dari Rp 13 per gram menjadi Rp 51 per gram. Pada waktu itu keadaan jadi heboh. Pengumuman sanering (pengguntingan uang) ini dilakukan melalui radio dan pada saat itu tidak banyak yang memiliki radio. Sehingga mereka yang tahu kemudian berbondong-bondong memborong barang. Yang kasihan adalah para pedagang, karena barang dagangannya habis, tetapi ketika mereka hendak melakukan kulakan uang yang diperolehnya sudah turun harganya. Modalnya susut banyak. Tetapi, bukan hanya pedagang yang rugi, tetapi semua orang yang memiliki uang. Nilai uang susut paling tidak 50% dalam sekejap saja.

Antara tahun 1950 sampai tahun 1959, walaupun Bank Indonesia melakukan pembantaian terhadap para pedagang, penabung, pemilik uang di tahun 1950, tetapi kalau saya lihat, Indonesia masih tergolong makmur, dibanding dengan kondisi sekarang, jaman reformasi. Indikator saya ialah banyaknya mahasiswa yang berani berkeluarga dan punya anak pada saat mereka masih kuliah. Pada jaman reformasi ini, untuk berkeluarga, seorang mahasiswa harus lulus dan bekerja beberapa tahun dulu. Artinya, dulu lebih makmur dari sekarang dan indikasinya adalah banyak mahasiswa bisa bekerja dan memperoleh penghasilan yang bisa menghidupi keluarga.

Masa ORI dan Perang Kemerdekaan – Merdeka Mencetak Uang Semaunya
Masa yang paling kacau adalah mulai dari pendudukan Jepang sampai masa perang kemerdekaan. Terlalu banyak otoritas keuangan (baca: Bank Sentral). Bermacam-macam uang dikeluarkan selama periode ini. Dari uang pendudukan Jepang yang dikeluarkan beberapa bank, uang NICA (pendudukan Belanda), uang daerah Sumatra Utara, Banten, Jambi, dan deret lagi di daerah repupblik. Bahkan di Yogya ada paling tidak dua jenis, yaitu yang dikeluarkan oleh Pakualaman dan oleh Kraton Yogya. Kita bicara saja uang republik yang paling resmi yaitu ORI – Oeang Republik Indonesia, walaupun sebenarnya uang-uang lainnya berlaku (kecuali uang pendudukan Jepang yang ditarik pada tahun 1946). Ketika ORI dikeluarkan dengan dektrit no 19 tahun 1946 pada tanggal 25 Oktober 1946 mempunyai nilai tukar terhadap uang sejati (emas) Rp 2 = 1 gram emas. Jadi Rp 1 ORI pada saat dikeluarkan punya nilai dan daya beli setara dengan Rp 100.000 uang sekarang (tahun 2007).

Pada saat dikeluarkannya, mungkin bank sentral republik waktu itu masih naif, (mungkin juga tidak) mereka membagikan Rp 1 kepada setiap warga negara, anak-anak, pemuda, orang tua, semua dapat bagian. Mertua saya menceritakan betapa senang dia mendapat uang itu bagai mendapat durian runtuh. Dia pakai untuk jajan. Awalnya uang Rp 1 ORI bisa dipakai untuk beli nasi dan lauk pauknya beberapa porsi. Setelah beberapa hari pedagang menaikkan harga-harga. Tindakan para pedagang bisa dimaklumi karena uang tidak enak dan tidak mengenyangkan, lain halnya dengan makanan atau pakaian yang mempunyai manfaat yang nyata.

Saya katakan jaman itu sebagai jaman kebebasan mencetak uang, contohnya ialah, pada tahun 1946 pecahan terbesar adalah Rp 100. Tahun 1947 pecahan terbesar naik menjadi Rp 250, kemudian dicetak lagi Rp 400 pada tahun 1948. Tidak hanya itu, banyak daerah seperti Sumatra Utara, Jambi, Banten, Palembang, Aceh, Lampung dan entah mana lagi juga mengeluarkan uangnya sendiri. Bahkan, kata mertua saya, di Jogya, ada dua uang daerah, yaitu yang dikeluarkan oleh Pakualaman dan yang dikeluarkan Keraton Jogya. Tidak heran kalau harga-harga tidak terkendali. Sebagai patokan, pada saat ORI dikeluarkan, nilai tukarnya terhadap uang sejati (emas) 1gr emas = Rp 2 dan setelah gunting Sjafruddin diberlakukan 1 gr emas = Rp 51 hanya dalam kurun waktu 4 tahun.

Masa Jaman Normal
Nama resminya yang diberikan oleh para penulis buku sejarah adalah jaman penjajahan Belanda. Sedangkan oleh kakek nenek yang berumur di atas 80 tahun, jaman itu disebut jaman normal, terutama pada periode sebelum tahun 1930an. Bisa dimengerti bahwa para penulis buku sejarah yang direstui oleh pemerintah memberi nama yang berkonotasi negatif, karena untuk mendiskreditkan pemerintahan yang lalu (Belanda). Dan Belanda yang tidak ikut menyusun buku sejarah Indonesia, tidak bisa membela diri. Seperti halnya dengan kata Orde Lama, bernada negatif karena nama itu adalah pemberian pemerintahan berikutnya (Orba) dan pada saat penulisan sejarah itu politikus Orla sudah disingkirkan habis-habisan pada saat pergantian rejim. Berbeda halnya dengan jaman Reformasi, walaupun ada pergantian rejim, nama Orba masih dipakai karena masih banyak anasir-anasir Orba yang bercokol di dalam Orde Reformasi. Jadi sulit nama Orba ditukar menjadi Orde Lepas Landas Nyungsep, atau nama yang konotasi negatif lainnya.

Jaman penjajahan Belanda walaupun nama resminya berkonotasi negatif, kakek nenek kita menyebutnya dengan nama yang megah yaitu Jaman Normal. Seakan-akan Jaman Revolusi, Jaman Sukarno atau Jaman Orba, tidak bisa dikategorikan sebagai jaman yang normal. Memang demikian. Ciri Jaman Normal menurut mereka ialah harga barang tidak beranjak kemana-mana alias tetap. Hanya bapak yang kerja dan bisa menghidupi anak sampai 12 dan istri. Cukup sandang dan pangan. Gaji 1 bulan bisa dipakai foya-foya 40 hari (artinya tanpa harus menghemat, mereka masih bisa menabung). Dibandingkan dengan kondisi sekarang, ibu dan bapak bekerja untuk membiayai rumah dengan anak 2 orang dan masih mengeluhkan gaji yang pas-pasan.

Merasa masih penasaran dengan tingkat kemakmuran masa itu, saya tanyakan kepada mertua, berapa harga rumah dan makan dengan lauk yang wajar. Harga rumah di Kali Urang 1000 Gulden. Makan nasi dengan lauk, sayur dan minum 0,5 sen. Dengan kata lain harga rumah dulu adalah setara dengan 200.000 porsi nasi rames. Kalau sekarang harga nasi rames Rp 10.000 dan dianggap bahwa harga rumah yang bagus di Kali Urang setara dengan 200.000 porsi nasi rames, maka harga sekarang adalah Rp 2 milyar. Kira-kira itulah harga rumah yang bagus di daerah itu. Jadi kalau rata-rata 1 keluarga terdiri dari 2 orang tua dan 10 orang anak dan bisa makan foya-foya selama 40 hari, pasti penghasilannya setara dengan 4,8 juta sampai 14,4 juta lebih, karena faktor foya-foya harus diperhitungkan. Ayah dari mertua saya adalah guru bantu. Gajinya 50 gulden per bulan atau setara dengan 10.000 porsi nasi rames. Jumlah ini mempunyai daya beli setara dengan Rp 100 juta per bulan uang 2007 (nasi rames Rp 10.000 per porsi). Dengan penghasilan seperti itu, istri tidak perlu kerja.

Gaji pembantu waktu itu 75 sen per bulan atau setara dengan 150 porsi nasi rames. Berarti berdaya beli setara dengan Rp 1,5 juta uang saat ini.

Kita bisa telusuri terus gaji-gaji berbagai profesi pada masa itu. Kesimpulannya bahwa daya beli waktu itu tinggi. Jadi tidak heran kalau jaman penjajahan dulu disebut jaman normal (artinya jaman lainnya tidak normal).

Catatan Akhir dan Renungan
Kalau ditanyakan mengenai kemakmuran kepada pelaku ekonomi, selama 80 tahun terakhir, yang disebut Indonesia atau dulunya Hindia Belanda, tidak semakin makmur bahkan sebaliknya. Pertumbuhan ekonomi yang spektakuler yang dilaporkan data-data statistik mengikuti kaidah Mark Twain: There are lies, damn lies and statistics. Kalau anda merasa heran, kenapa orang percaya pada janji para politikus, kata Adolf Hitler: “Make the lie big, make it simple, keep saying it, and eventually they will believe it”
(Buatlah kebohongan besar dan susunlah sesederhana mungkin, dengungkan terus dan akhirnya orang akan percaya). Setiap jaman di republik ini punya tema kebohongan. “Merdeka” dan “revolusi” jaman Sukarno, “Pembangunan”, “Lepas Landas” di jaman Suharto, dan “Demokrasi, Otonomi Daerah, Reformasi” jaman sekarang. Kalau janji demi janji didengungkan terus menerus seperti yang dilakukan Hitler dan mentri propagandanya Joseph Goebbels, orang akan percaya, kecuali orang yang berpikir dan menganalisa.

Kemakmuran tidak bisa diciptakan dengan membuat undang-undang dan aktifitas- aktifitas politik. Apakah padi akan tumbuh lebih subur atau minyak sawit keluar lebih banyak karena para politikus dan birokrat bersidang lebih lama atau undang-undang bertambah banyak? Atau orang lebih banyak ikut partai politik, organisasi kedaerahan? Untuk orang berpikirnya sederhana seperti saya ini, padi hanya akan tumbuh subur, kebun hanya akan berbuah lebih banyak, pabrik hanya bisa menghasilkan sepatu yang lebih banyak dan baik kalau orang bekerja di sawah, kebun atau pabrik lebih effisien dan lebih giat. Jadi kalau selama 6 dekade trendnya bukan terfokus pada aktifitas langsung untuk menaikkan kemakmuran, maka jangan mengharapkan hasil yang berbeda. Hanya orang gila atau idiot yang mengharapkan hasil yang berbeda sementara apa yang dikerjakan dan cara mengerjakannya sama. Itulah sebabnya saya skeptis bahwa GDP US$ 18.000 per tahun identik dengan kemakmuran. Saya tidak yakin kemakmuran akan dicapai dalam 2-5 dekade ke depan.

Sebagai penutup, saya minta anda merenungkan: “Kenapa uang semakin lama semakin besar nilai nominalnya, banyak nol nya?” Seperti uang Bosnia (salah satu wilayah Bosnia) ini. 1) Pertanyaan ini akan kita bahas di bagian ke II dari seri tulisan ini. (Sumber : Ekonomi Orang Waras dan Investasi)
1) Penyadur : lihat gambar di atas.

Rubik's Cube



Awal mula perkenalan saya dengan permainan ini adalah saat mengikuti Diklat Penyesuaian Tugas (DPT) II Teknis Komputer yang diadakan oleh BPLK (sekarang BPPK) pada pertengahan tahun 1999. Salah seorang teman, Uud Dinullah Ahmad kebetulan mendapat pesanan rubik dari keponakannya. Salah seorang peserta diklat Saipuloh, menguasai permainan ini dan bersedia membaginya kepada peserta lain. Jadilah hari-hari selain diwarnai diklat pemrograman juga 'diklat' permainan rubik.

Hebatnya, permainan ini dengan cepat menular ke segenap peserta diklat. Hampir 90% dari mereka kemudian memiliki dan berusaha menguasai permainan ini. Saya sendiri tidak mau ketinggalan. Kruek, kruek, kruek akhirnya saya kuasai juga permainan ini. Metode yang diajarkan oleh rekan Saipulloh adalah metode layer per layer; rubik diselesaikan lapis demi lapis. Rekor terbaik saya saat ini dibawah 3 menit (sub three minutes).(Update : rekor saya sampai saat ini, 2011, setelah pake Metode F2L, 2 look PLL, 2 Look OLL, berada di bawah 60 detik).

Spesifikasi
Kubus rubik (rubik cube) adalah sebuah kubus mekanis yang tersusun dari 26 kubus yang lebih kecil. Panjang setiap sisi 2,25 Inci (5.7 cm). Kecuali yang di bagian tengah, setiap kubus dapat dipindah posisinya. Dari posisi acak, seorang pemain rubik akan berusaha menatanya kembali hingga setiap sisi memiliki warna yang sama. Ada beberapa varian rubik, yaitu :

- 2x2x2 – disebut Rubik's Mini Cube atau Pocket Cube
- 3x3x3 – disebut Rubik's Cube
- 4x4x4 – disebut Rubik's Revenge atau Master Cube
- 5x5x5 – disebut Professor's Cube

Seorang warga Yunani, Panagiotis Verdes, telah mematenkan rubik dengan dimensi 5x5x5 hingga 11x11x11, berikut metode penyelesaiannya. Tahukah Anda berapa kemungkinan posisi yang mungkin terjadi saat sebuah rubik diacak ? Lihat angka-angka di bawah ini :

Rubik's cube :
43. 252. 003. 274. 489. 856. 000
Rubik's revenge :
7.401.196.841.564.901.869.874.093.974.498.574.336.000.000. 000
Professor's cube :
282.870.942.277.741.856.536.180.333.107.150.328.293.127.731.985.672.134.
721.536.000.000.000.000.000.

Selain varian yang lazim di atas penulis pernah menemukan rubik dengan dimensi 20x20x20 di sebuah situs. Ada yang bisa membantu menghitung kemungkinan posisinya ?

Sejarah
Permainan ini diciptakan pertama kali pada tahun 1974 oleh Erno Rubik, warga Hungaria yang berprofesi sebagai pemahat dan arsitek. Butuh beberapa tahun agar rubik dapat diproduksi massal dan siap dipasarkan secara komersial. Rubik pertama dijual di toko pada tahun 1977. Namun penjualan biasa-biasa saja hingga seorang warga Hungaria yang bekerja di Wina menemukan mainan ini saat pulang kampung. Bersama warga Hungaria lain yang tinggal di London, Tom Kremer, ia berusaha menjalin kerjasama dengan distributor mainan , yang langsung memesan 1 juta biji, untuk memasarkan rubik ke luar negeri. Tahun 1980 penjualan mencapai puncaknya dan membuat si penemu, Erno Rubik, menjadi orang terkaya di Hungaria. Di Jerman, pada tahun yang sama rubik mendapat penghargaan sebagai "Games of The Year". Dalam periode 1980-1982 di seluruh dunia rubik terjual hingga 100 juta buah. Bagaimana dengan di Indonesia ? Sepanjang pengetahuan penulis rubik orisinal belum dijual di Indonesia. Jika Anda menemukannya di sebuah toko, atau dimanapun, kemungkinan besar itu tiruan (dari Cina ?).

Metode
Ada beberapa metode penyelesaian rubik yang biasa dipakai. Metode Layer per layer dikenalkan oleh David Singmaster sejak tahun 1980. Metode layer per layer merupakan metode yang mudah sehingga cocok bagi pemula. Rubik diselesaikan lapis per lapis. Metode Fridich disusun oleh Jessica Fridrich. Metode ini paling umum digunakan dalam kompetisi speedcubing. Layer pertama dan kedua diselesaikan secara simultan. Metode Petrus diciptakan oleh Lars Petrus. Metode ini favorit digunakan dalam kompetisi untuk kategori gerakan paling sedikit (penyelesaian tercepat tidak serta merta berarti paling sedikit gerakan). Metode ini dimulai dengan penyelesain posisi sudut 2x2x2.

Kompetisi speedcubing
Secara reguler World Cube Association (WCA) menyelenggarakan Kejuaraan Dunia Rubik Cube (World Rubik's Cube Championship). Untuk tahun 2007 kejuaraan dunia akan diadakan pada tanggal 5,6,7 Oktober di Budapest, Hungaria. Selain berdasarakan dimensi rubik yang dimainkan, kategori pertandingan juga meliputi cara penyelesaiannya; biasa, dengan satu tangan (one handed), dengan mata tertutup (blind folded) bahkan dengan kaki (with feet). Penilaian berdasarkan waktu penyelesaian. Peserta diberi kesempatan main 5 kali. Total waktu keseluruhan dibagi 5 didapatkan waktu rata rata (average time). Waktu tercepat diantara lima kesempatan sebagai waktu terbaik (best time). Rubik's Cube Indonesian Open 2008 direncanakan dilaksanakan pada bulan Juli 2008. Konon, dalam rangka itu rubik orisinal akan dijual di seluruh jaringan toko Toys R Us Indonesia. Namun hingga entri ini saya posting tidak ada kabar beritanya.

Rekor
Rekor dunia resmi WCA saat ini untuk kategori waktu terbaik dipegang oleh Thibaut Jacquinot dari Perancis dengan catatan waktu 9.86 detik yang dipecahkan pada Spanish Open 2007. Sedangkan untuk waktu rata-rata dipegang oleh Yu Jeong Min dari Korea Selatan dengan catatan waktu 11.76 detik yang dipecahkan pada Korean Competition 2007.
Pemegang rekor resmi WCA dari Indonesia adalah Maria Oey (peringkat 905 dunia) dengan catatan waktu terbaik 43.91 detik dan rata-rata 48.94 detik. Sedangkan rekor MURI dipegang oleh Abel Brata Susilo dengan catatan waktu 19.33 detik yang dipecahkan pada tanggal 31 Januari 2007 di Hotel Grand Candi, Semarang.

Jika Anda ingin menyaksikan bagaimana para speedcuber beraksi, silahkan download di sini. Anda akan menyaksikan pertunjukan yang spektakuler. Melihat catatan waktu mereka, rekor saya yang 3 menit itu menjadi irrelevant. Wis, tonton wae, pokoke top markotop, good marsogod, sip margosip !