Rabu, 02 Januari 2008

Hisab dan Rukyat (I)

Perbedaan tanggal hari raya, baik Idul Fithri maupun Idul Adha, sudah sering terjadi di Indonesia. Saat ini masyarakat, bahkan yang awam sekalipun, sudah menganggapnya sebagai hal biasa yang tidak perlu dibesar-besarkan apalagi sampai dijadikan sebagai benih perpecahan. Alhamdulillaah.


Namun demikian bisa jadi ada yang bertanya-tanya, jika penentuan tanggal hari raya didasarkan pada posisi bumi, bulan dan matahari lantas kenapa sampai bisa berbeda padahal bumi, bulan dan matahari yang dijadikan landasan adalah bumi, bulan dan matahari yang sama ?
Betul bahwa bumi, bulan dan matahari yang dijadikan landasan adalan sama. Yang membedakan adalah metode atau kriteria yang digunakan. Ada beberapa kriteria yang selama ini lazim digunakan, diantaranya sebagai berikut :

Rukyatul Hilal
Rukyatul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan mengamati terbitnya bulan sabit (hilal) secara langsung. Dasar dari metode ini adalah hadits yang berbunyi :


"Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Jika terhalang maka genapkanlah (istikmal)"
Di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) menggunakan kriteria ini dengan alasan demikianlah yang dilakukan Rasulullah, para sahabat serta ijtihad ulama empat mazhab. Meskipun demikian hisab tetap digunakan sebagai alat bantu.

Wujudul Hilal
Wujudul hilal (juga disebut ijtimak qoblal qurub) berprinsip : jika setelah terjadi ijtimak (konjungsi), bulan terbenam setelah terbenamnya matahari, maka pada petang hari tersebut dinyatakan sebagai awal bulan, tanpa melihat berapapun sudut ketinggian (altitude) bulan saat matahari terbenam.Di Indonesia kriteria ini digunakan oleh Muhammadiyah dan Persis. Hisab Wujudul Hilal bukan untuk menentukan atau memperkirakan hilal mungkin dilihat atau tidak, akan tetapi dijadikan dasar penetapan awal bulan Hijriyah sekaligus jadi bukti bahwa bulan (kalender) baru sudah masuk atau belum.

Imkanur Rukyat MABIMS
Kriteria ini mendasarkan diri pada hasil Musyawarah Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS). Inilah yang dipakai secara resmi pada kalender ressmi pemerintah. Prinsip dari kriteria ini adalah awal bulan (kalender) Hijriyah terjadi jika:

  • Pada saat matahari terbenam, ketinggian (altitude) Bulan di atas cakrawala minimum 2°, dan sudut elongasi (jarak lengkung) Bulan-Matahari minimum 3°, atau

  • Pada saat bulan terbenam, usia Bulan minimum 8 jam, dihitung sejak ijtimak.
Di Indonesia, secara tradisi pada petang hari pertama sejak terjadinya ijtimak (yakni setiap tanggal 29 pada bulan berjalan), Pemerintah Republik Indonesia melalui Badan Hisab Rukyat (BHR) melakukan kegiatan rukyat (pengamatan visibilitas hilal), dan dilanjutkan dengan Sidang Itsbat, yang memutuskan apakah pada malam tersebut telah memasuki bulan (kalender) baru, atau menggenapkan bulan berjalan menjadi 30 hari. Di samping metode Imkanur Rukyat di atas, juga terdapat kriteria lainnya yang serupa, dengan besaran sudut/angka minimum yang berbeda.

Rukyat Global
Rukyat Global berprinsip: jika satu penduduk negeri melihat hilal, maka penduduk seluruh negeri telah memasuki bulan Hijriyah yang baru, meski yang lain mungkin belum melihatnya.

Sumber : www.rukyatulhilal.org, www.wikipedia.org


Tidak ada komentar:

Posting Komentar