Selasa, 29 Januari 2008

Ngisep Knalpot Aja Coy !


Bersyukur saya tidak tumbuh menjadi perokok. Banyak hal yang mempengaruhi. Salah satunya karena saya tidak mendapatkan contoh itu di rumah. Ya, orang tua saya bukan perokok. Tidak ayah, apalagi Ibu. Alhamdulillaah.

Hal lain, cerita seorang guru SMA saya. Salah satu sangkaan dusta saat itu adalah merokok membuat laki-laki (terlihat) jantan. Emangnya ayam :) ? Dus, yang tidak merokok berarti tidak jantan donk ! Maka siap-siaplah bagi yang tidak merokok menerima ejekan banci, tidak jantan dan yang sejenisnya. Nah si Bapak guru tidak mau anaknya merokok sekaligus tidak rela dibilang banci. Maka ia masukkan anaknya itu ke dojo Karate sembari berpesan "Kalau ada yang bilang kamu tidak jantan, tantang saja berantem. Semoga saja kelihatan, siapa yang jantan beneran dan yang hanya kelihatan jantan". BTW, emang jantan identik dengan jago kelahi ? Tapi sudahlah, karena kenyataannya tak seorangpun berani mengatai anak itu banci, meskipun ia tidak merokok.

Faktor lain mungkin karena saya bukan tipe anak muda yang gampang ikut-ikutan. Juga sedikit watak tidak pedulian. Seumpamapun seluruh teman merokok, saya rasa saya cukup berani untuk berbeda, dengan segala konsekwensinya. Dibilang banci ? Emang gue pikirin. (Ssst, saya kasih bocoran, tanpa mereka tahu, ternyata mayoritas banci justru merokok, he..he..he.., ada yang tertarik melakukan riset tentang hal ini ?)

Sejarah Rokok
Dokter Achmad Hudoyo dari RS Persahabatan, mengatakan bahwa Suku Indian di Amerika bahkan telah mengenal rokok atau tembakau jauh sebelum Columbus datang (ingat datang bukan menemukan ) ke benua itu pada tahun 1492. Saat Columbus datang, ia mendapati penduduk asli menggunakan daun tembakau kering yang digulung dan diisap memakai pipa pada acara ritual mereka.

Pada abad ke-17, kaum imigran Inggris membawa bibit tembakau dari Amerika Selatan untuk ditanam di perkebunan-perkebunan di Maryland dan Virginia. Dari sinilah kemudian tembakau meluas ke seluruh dunia, mulai dari Eropa, Asia Tengah, hingga Asia Tenggara termasuk Indonesia.

Sangkaan Keliru
Pada awalnya ada sangkaan bahwa rokok baik bagi kesehatan. Pada sekitar abad ke 16, Mr Jean Nicot, duta besar Perancis di Lisabon, menyebarluaskan pendapat bahwa daun tembakau berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit radang saluran napas (bronchitis), asma, dan rematik. Bahkan, karena itu, namanya diabadikan bagi tumbuhan tembakau ; Nicotiana tabacum.

Sangkakan baik keliru inilah yang mendorong perluasan penyebaran tumbuhan ini secara cepat. Tercatat rokok atau sigaret, yaitu daun tembakau kering yang dibungkus kertas, pertama kali dibuat di Brasil pada abad ke-18. Mesin pelinting dibuat pertama kali akhir tahun 1870. Saat penduduk Amerika Serikat berjumlah 50 juta, 1.300 juta (1,3 milyar) batang rokok diisap penduduk negeri itu.
Beberapa tahun yang lalu, saat penduduk AS berjumlah 204 juta, tercatat 536,4 miliar batang rokok dikonsumsi. ini berarti kenaikan konsumsi rokok 133 kali lebih cepat dibandingkan kenaikan jumlah penduduk.

Kebenaran Mulai Terungkap
Pada tahun 1938 Raymond Pearl, dalam majalah Science, menulis artikel berjudul Tembakau dan Umur Panjang. Tulisan tersebut menuai kritik salah satunya dari dr FR Tylecote dari Inggris. Ia berargumen, justru tembakau memperpendek umur seseorang, karena fakta menunjukkan pasien-pasiennya yang menderita kanker paru-paru ternyata semuanya mempunyai riwayat merokok. Polemik ini menjadi perbincangan panas hangat dunia kedokteran saat itu.

Tahun 1939, dr Alton Achsner pada Kongres Kanker Internasional memberi pernyataan, "Kami yakin bahwa meningkatnya kekerapan kanker paru terutama disebabkan oleh meningkatnya kebiasaan menghisap rokok."

Hasil otopsi pasien-pasien dari rumah-rumah sakit di Inggris menunjukkan hasil senada. Dari hasil otopsi diketahui dari seluruh kematian karena kanker paru-paru yang diotopsi, 80 persen memiliki riwayat merokok semasa hidup.

Pro kontra itu menyebabkan penelitian untuk membuktikan apakah merokok bermanfaat atau tidak mulai dilakukan dalam skala besar. Pada tahun 1951 dr Richard Doll dan dr AB Hill dari Inggris mulai melakukan penelitian. Mereka menyebar angket kepada sekitar 34.000 dokter laki-laki selama 20 tahun.

Demikian pula di Amerika Serikat. Dr Hammond dkk dari American Cancer Society, mulai 1 Oktober 1959, melakukan riset atas 1.078.894 laki-laki dan perempuan dewasa selama 20 tahun. Penelitian dengan melibatkan lebih dari satu juta sampel saat itu merupakan penelitian terbesar di bidang kedokteran. Aspek yang diteliti adalah pengaruh gaya hidup terhadap kesehatan dan umur manusia (termasuk gaya hidup merokok). Setelah tiga tahun penelitian disusun laporan sementara sebagai berikut :

1. Jumlah kematian perokok dua kali lipat dari yang bukan perokok (1.385 berbanding 662).
2. Jumlah kematian perokok karena penyakit jantung koroner dua kali lipat dari yang bukan perokok (654 berbanding 304).
3. Jumlah kematian perokok karena kanker paru-paru sepuluh kali lipat dari yang bukan perokok (110 berbanding 12).

Tahun 1964 Surgeon General merilis laporan tentang merokok dan kesehatan yang menguatkan argumen betapa kebiasaan merokok dapat menyebabkan berbagai penyakit diantaranya penyakit jantung koroner, kanker paru-paru, bronkitis kronis, emfisema, penyakit pembuluh darah tepi, perdarahan pembuluh darah otak, ulkus peptikum, kanker saluran napas atas dan mulut, sampai kelainan kehamilan serta janin yang dikandung oleh ibu yang merokok. Yang sering tidak disadari adalah efek negatif merokok bersifat kumulatif dan kronis yang terjadi secara perlahan-lahan, bertahun-tahun, dan berbeda-beda untuk tiap-tiap orang, tergantung daya tahan tubuh serta kebiasaan lain orang tersebut secara holistik. Perokok yang masih rajin olahraga berbeda dengan perokok yang sudahlah ngebul hobi dugem pula.

Kandungan Rokok
Percayakah Anda bahwa sebatang rokok mengandung lebih dari 4.000 zat beracun ? 40 diantaranya diduga kuat sebagai penyebab kanker paru-paru. Lihat beberapa diantaranya di bawah ini.

1. Aseton, bahan penghapus cat
2. Amonia, bahan pembersih lantai
3. Arsen, racun kuat yang cukup mematikan
4. Butane, pengencer bahan bakar
5. Kadmium, bahan pembuat aki mobil
6. Karbon monoksida, kandungan asap knalpot
7. DDT, insektisida - pembunuh serangga
8. Hidrogensianida, gas beracun.
** Selengkapnya lihat gambar di atas.

Terlihat kandungan asap knalpot hanya salah satu dari kandungan rokok. So, bukankah tidak berlebihan jika dikatakan ngisep knalpot masih lebih sehat daripada merokok. Paling tidak, hanya karbon monoksida yang diisep, bukan dicampur dengan pembersih lantai, cat, bensin, aki mobil, insektisida dan gas beracun.

Jadi saran saya daripada merokok mending ngisep knalpot aja Coy ! Boleh pilih knalpot motor, bajaj, truk kontainer atau F16 sekalian. Gimana ?

(Disarikan dari berbagai sumber)

1 komentar: